Tuesday, 12 May 2015

KEMISKINAN DAN KESENJANGAN, PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH DAN OTONOMI DAERAH, SEKTOR PERTANIAN, INDUSTRIALISASI DI INDONESIA

Nama : Ririn Zuliyaningsih
NPM : 29214475
Kelas : 1EB21
Tugas Softskill : Perekonomian Indonesia  



BAB V
KEMISKINAN DAN KESENJANGAN

1.     Konsep & Pengertian Kemiskinan
Konsep Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir ditengah masyarakat. Kemiskinan sebagai fenomena sosial yang telah lama ada, berkembang sejalan dengan peradaban manusia. Masyarakat miskin pada umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga sering kali makin tertinggal jauh dari masyarakat lain yang memiliki potensi tinggi. Substansi kemiskinan adalah kondisi deprevasi tehadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar yang berupa sandang, pangan, papan, dan pendidikan dasar (Sudibyo, 1995:11).
Kemiskinan juga sering disandingkan dengan kesenjangan, karena masalah kesenjangan mempunyai kaitan erat dengan masalah kemiskinan. Substansi kesenjangan adalah ketidakmerataan akses terhadap sumber daya ekonomi. Sudibyo (1995:11) mengatakan bahwa “apabila berbicara mengenai kemiskinan maka kemiskinan dinilai secara mutlak, sedangkan penilaian terhadap kesenjangan digunakan secara relatif”. Dalam suatu masyarakat mungkin tidak ada yang miskin, tapi kesenjangan masih dapat terjadi di dalam masyarakat tersebut.

Pengertian Kemiskinan
Secara etimologis “kemiskinan” berasal dari kata “miskin” yang artinya tidak berharta benda dan serba kekurangan. Departemen Sosial dan Biro Pusat Statistik, mendefinisikan sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos,2002).
Secara umum definisi tentang kemiskinan menggambarkan kemiskinan sebagai kondisi seseorang atau suatu keluarga berada dalam keadaan kekurangan dan atau ketidaklayakan hidup menurut standar-standar tertentu, ketidakmampuan atau keterbatasan fisik manusia, ketiadaan atau kekurangan akses dalam memperoleh pelayanan minimal dalam berbagai bidang kehidupan, serta sulit atau kurang memperoleh akses dalam proses-proses pengambilan kebijakan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
a.       Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
b.      Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
c.       Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna “memadai” di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.

2.     Garis Kemiskinan
Garis kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan) lebih tinggi di negara maju daripada di negara berkembang.
Hampir setiap masyarakat memiliki rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Garis kemiskinan berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur rakyat miskin dan mempertimbangkan pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti program peningkatan kesejahteraan dan asuransi pengangguran untuk menanggulangi kemiskinan.
Kemiskinan menurut pendapat umum dapat dikategorikan ke dalam 3 kelompok, yaitu :

a.       Kemiskinan yang disebabkan aspek badaniah atau mental seseorang.
Pada aspek badaniah, biasanya orang tersebut tidak bisa berbuat maksimal sebagaimana manusia lainnya yang sehat jasmani. Sedangkan aspek mental, biasanya mereka disifati oleh sifat malas bekerja dan berusaha secara wajar, sebagaimana manusia lainnya.

b.      Kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam.
Biasanya pihak pemerintah menempuh dua cara, yaitu memberi pertolongan sementara dengan bantuan secukupnya dan mentransmigrasikan ke tempat hidup yang lebih layak.

c.       Kemiskinan buatan atau kemiskinan struktural.
Selain disebabkan oleh keadaan pasrah pada kemiskinan dan memandangnya sebagai nasib dan takdir Tuhan, juga karena struktur ekonomi, sosial dan politik.


3.     Penyebab dan Dampak Kemiskinan
Penyebab Kemiskinan
Pada umumnya di negara Indonesia penyebab-penyebab kemiskinan adalah sebagai berikut:
a.       Laju Pertumbuhan Penduduk.
Pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkat di setiap 10 tahun menurut hasil sensus penduduk. Meningkatnya jumlah penduduk membuat Indonesia semakin terpuruk dengan keadaan ekonomi yang belum mapan. Jumlah penduduk yang bekerja tidak sebanding dengan jumlah beban ketergantungan. Penghasilan yang minim ditambah dengan banyaknya beban ketergantungan yang harus ditanggung membuat penduduk hidup di bawah garis kemiskinan.
b.      Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran.
Secara garis besar penduduk suatu negara dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong sebagi tenaga kerja ialah penduduk yang berumur didalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda disetiap negara yang satu dengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia ialah minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Jadi setiap orang atau semua penduduk kesenjangan dikatakan lunak, distribusi pendapatan nasional dikatakan cukup merata.
c.       Tingkat pendidikan yang rendah.
Rendahnya kualitas penduduk juga merupakan salah satu penyebab kemiskinan di suatu negara. Ini disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tenaga kerja. Untuk adanya perkembangan ekonomi terutama industry, jelas sekali dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja yang mempunyai skill atau paling tidak dapat membaca dan menulis.
d.      Kurangnya perhatian dari pemerintah.
Pemerintah yang kurang peka terhadap laju pertumbuhan masyarakat miskin dapat menjadi salah satu faktor kemiskinan. Pemerintah tidak dapat memutuskan kebijakan yang mampu mengendalikan tingkat kemiskinan di negaranya.
e.       Bencana Alam
Banjir, tanah longsor, gunung meletus, dan tsunami menyebabkan gagalnya panen para petani, sehingga tidak ada bahan makanan untuk dikonsumsi dan dijual kepada penadah atau koperasi. Kesulitan bahan makanan dan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tidak dapat terpenuhi.

Dampak Kemiskinan
Di bawah ini  adalah dampak dari bahaya kemiskinan yang apabila di biarkan bisa membuat hidup hidup jadi tidak nyaman damai dan tentram.
a.    Berkurangnya rasa nasionalisme terhadap suatu Negara, di karenakan lebih memikirkan kebutuhan untuk bertahan hidup saja kesulitan apalagi memikirkan rasa cinta pada Negara.
b.      Banyak terjadinya tindak kejahatan di mana mana , di karenakan masih banyaknya masyarakat yang berpikiran pendek dalam memenuhi kebutuhan hidup dan sudah terlalu terdesak dengan kebutuhan tanpa di bekali iman dalam agama sehingga segala cara pun di lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
c.       Harga diri suatu Negara yang jatuh dimata dunia dan akan diremehkan dan di anggap sumber daya manusianya tidak punya potensi untuk maju dan hanya mengandalkan bantuan dan bantuan.
d.      Semakin tidak terurusnya generasi muda oleh orang tua dan terlepas begitu saja dari pendidikan dan pengawasan orang tua sehingga menumbuhkan generasi muda yang tidak mengindahkan akan budaya ketimuran.
e.       Hilangnya rasa kegotong royongan dan saling membantu di karenakan sudah menjamurnya budaya loe ya loe guwe ya guwe sehingga menimbulkan kurangnya rasa persatuan di suatu Negara.
f.       Timbul banyak nya penyakit di mana mana baik itu penyakit menular sex ataupun penyakin yang di sebabkan karena tempat yang kumuh atau makanan yang di konsumsi tidak sehat .
g.      Semakin drastis berkurangnya belajar agama atau keyakinan pada Tuhan di karenakan lebih pada memikirkan kebutuhan yang utama yaitu makan.
h.      Semakin terpuruknya ekonomi bangsa yang akan mengakibatkan kehancuran suatu bangsa, akibat ingin memisahkan diri dari wilayah kesatuan tanah air.
i.        Lahirnya sebuah kelompok masyarakat yang begitu pandai,dahsyat dan kreatif melahirlan suatu yang baru dan canggih akibat terhimpit ekonomi dan terjadinya revolusi masal dan terpecah belahnya suatu Negara menjadi Negara Negara kecil.


4.     Pertumbuhan Kesenjangan dan Kemiskinan
Hubungan antara tingkat kesenjangan pendapatan dengan pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan dengan Kuznet Hypothesis. Hipotesis ini berawal dari pertumbuhan ekonomi (berasal dari tingkat pendapatan yang rendah berasosiasi dalam suatu masyarakat agraris pada tingkat awal) yang pada mulanya menaik pada tingkat kesenjangan pendapatan rendah hingga pada suatu tingkat pertumbuhan tertentu selanjutnya kembali menurun. Indikasi yang digambarkan oleh Kuznet didasarkan pada riset dengan menggunakan data time series terhadap indikator kesenjangan Negara Inggris, Jerman, dan Amerika Serikat.
Pemikiran tentang mekanisme yang terjadi pada phenomena “Kuznet” bermula dari transfer yang berasal dari sektor tenaga kerja dengan produktivitas rendah (dan tingkat kesenjangan pendapatannya rendah), ke sektor yang mempunyai produktivitas tinggi (dan tingkat kesenjangan menengah). Dengan adanya kesenjangan antar sektor maka secara subtansial dapat menaikan kesenjangan diantara tenaga kerja yang bekerja pada masing-masing sektor (Ferreira, 1999, 4).
Versi dinamis dari Kuznet Hypothesis, menyebutkan kan bahwa kecepatan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun (dasawarsa) memberikan indikasi naiknya tingkat kesenjangan pendapatan dengan memperhatikan initial level of income (Deininger & Squire, 1996). Periode pertumbuhan ekonomi yang hampir merata sering berasosiasi dengan kenaikan kesenjangan pendapatan yang menurun.


5.     Indikator Kesenjangan dan Kemiskinan
Indikator Kesenjangan
Ada sejumlah cara untuk mengukur  tingkat  kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam  literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the Generalized Entropy(GE), ukuran Atkinson ,dan Koefisien Gini.
Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0-1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan) Bila 1 : ketidak merataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan. Ide dasar dari perhitungan  koefisien gini berasal dari Kurva Lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan. Ketimpangan dikatakan  sangat  tinggi apabilai nilai koefisien gini berkisar antara 0,71-1,0. Ketimpangan dikatakan  tinggi dengan nilai koefisien gini 0,5-0,7. Ketimpangan dikatakan sedang dengan nilai koefisien gini antara 0,36-0,49. Ketimpangan dikatakan  rendah dengan nilai koefisien gini antara 0,2-0,35.
Selanjutnya, ketidak merataan  pendapatan diukur berdasarkan  pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk dengan pendapatan  rendah. Menurut  kriteria Bank Dunia, tingkat ketidak merataan dalam distribusi yaitu : Pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40% penduduk dari kelompok berpendapatan rendah menerima lebih kecil dari 12% dari jumlah pendapatan. Tingkat ketidak  merataan sedang, apabila kelompok tersebut menerima 12% sampai17%darijumlahpendapatan. Sedangkan ketidak merataan rendah, apabila kelompok tersebut menerima lebih besar dari17% dari jumlah pendapatan.

Indikator Kemiskinan
Karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara berbeda-beda. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan  minimum  makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum  makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan  pengeluaran kebutuhan  minimum  bukan  makanan  meliputi pengeluaran  untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.

6.     Kemiskinan di Indonesia
Perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia menunjukkan bahwa krisis multidimensional yang terjadi pada periode 1997-1998 telah membalikkan trend penurunan kemiskinan dan menyebabkan angka kemiskinan melonjak hingga mencapai 49,50 juta jiwa (atau 24,23%) pada tahun 1998.
Sebagaimana terlihat dalam Grafik I : Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia (1996-2012),secara bertahap angka kemiskinan terus menurun menjadi 35,10 juta atau 15,97% (2005), 32,53 juta atau 14,15% (2009), dan padabulan September 2012 menjadi 28,59 juta jiwa atau 11,66% dari populasi penduduk. Angka kemiskinan yang dilansir oleh BPS tersebut menggunakan nilai garis kemiskinan, dimana penduduk miskin didefinisikan sebagai penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan, yaitu nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilo kalori/kapita/haridan non makanan, yaitu perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. 
Bila dicermati tingkat percepatan penurunannya, maka tampak dalam Tabel II: Persebaran dan Perubahan Angka Kemiskinan di Indonesia (1996-2002) bahwa jumlah penduduk miskin pada periode 2007-2009 berkurang di atas 2 juta jiwa setiap tahunnya (atau di atas 1% per tahun). Namun demikian pada periode 2010-2012 tingkat penurunan jumlah penduduk miskin berkurang menjadi antara 1,1-1,5 juta jiwa per tahun (atau berkisar 0,7-0,9% per tahun). Permasalahan kemiskinan di Indonesia dibayang-bayangi pula dengan keberadaan kelompok masyarakat “Hampir Miskin” yang berada pada tingkatan sedikit di atas garis kemiskinan dan sangat rentan untuk sewaktu-waktu masuk menjadi kelompok miskin apabila terjadi tekanan eksternal, seperti kenaikan harga bahan pokok, kenaikan harga BBM dan listrik, pemutusan hubungan kerja (PHK), konflik sosial maupun bencana alam.

7.     Faktor – Faktor Penyebab Kemiskinan
a.       Tingkat pendidikan yang rendah
b.      Produktivitas tenaga kerja rendah
c.       Tingkat upah yang rendah
d.      Distribusi pendapatan yang timpang
e.       Kesempatan kerja yang kurang
f.       Kualitas sumberdaya alam masih rendah
g.      Penggunaan teknologi masih kurang
h.      Etos kerja dan motivasi pekerja yang rendah
i.        Kultur/budaya (tradisi)
j.        Politik yang belum stabil


8.     Kebijakan Anti Kemiskinan
Untuk menghilangkan atau mengurangi kemiskinan di tanah air diperlukan suatu strategi dan bentuk intervensi yang tepat, dalam arti cost effectiveness-nya tinggi.
Ada tiga pilar utama strategi pengurangan kemiskinan, yakni :
1. Pertumuhan ekonomi yang berkelanjutan dan yang prokemiskinan
2. Pemerintahan yang baik (good governance)
3. Pembangunan sosial

Untuk mendukung strategi tersebut diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan yang bila di bagi menurut waktu yaitu :
a.       Intervensi jangka pendek, terutama pembangunan sektor pertanian dan ekonomi pedesaan
b.   Intervensi jangka menengah dan panjang (Pembangunan sektor swasta, Kerjasama regional, APBN dan administrasi, Desentralisasi, Pendidikan dan Kesehatan, Penyediaan air bersih dan Pembangunan perkotaan)


Sumber Referensi :


SOAL BAB V
1.      Kondisi deprevasi tehadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar yang berupa sandang, pangan, papan, dan pendidikan dasar disebut dengan …
a.       Konsep Kemiskinan
b.      Substansi Kemiskinan*
c.       Garis Kemiskinan
d.      Hirarkie Kemiskinan

2.      Kemiskinan menurut pendapat umum dapat dikategorikan ke dalam kelompok, kecuali
a.       Kemiskinan yang disebabkan aspek badaniah atau mental seseorang
b.      Kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam.
c.       Kemiskinan buatan atau kemiskinan struktural.
d.      Kemiskinan secara alami*

3.      Hal yang menjadikan laju pertumbuhan penduduk sebagai salah satu faktor penyebab kemiskinan adalah …
a.       Usia Produktif < Usia Non Produktif*
b.      Usia Produktif = Usia Non Produktif
c.       Usia Produktif > Usia Non Produktif
d.      Usia Non Produktif < Usia Produktif

4.      Koefisien Gini merupakan cara yang sering digunakan dalam  mengukur tingkat kesenjangan pendapatan. Apabila selang 0 maka berarti …
a.       Ketimpangan dikatakan tinggi
b.      Ketimpangan dikatakan rendah
c.       Pemerataan tidak sempurna
d.      Pemerataan sempurna*

5.      Salah satu dampak yang terjadi akibat kemiskinan yaitu …
a.       Tingkat upah yang rendah
b.      Kesempatan bekerja kurang
c.       Meningkatnya tindak kejahatan*
d.      Tingkat pendidikan yang tinggi




BAB VI
PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH & OTONOMI DAERAH


1.     UU Otonomi Daerah
Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, posisi pemerintah daerah semakin menguat dan sebaliknya dominasi pemerintah pusat mulai berkurang. Dalam undang-undang tersebut diberikan penegasan tentang makna otonomi daerah pada pasal 1 ayat (5) : bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Mengenai kewenangan daerah dipertegas lagi dalam pasal 10 ayat (1) bahwa pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ini ditentukan menjadi urusan pemerintah pusat. Adapun urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi : politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, yustisi (peradilan), moneter dan fiskal nasional serta agama. Dengan demikian selain kelima urusan tersebut merupakan kewenangan pemerintah daerah.
Pada dasarnya ada hubungan yang sangat signifikan antara otonomi daerah dengan penanggulangan kemiskinan. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maka pemerintah daerah diberi kepercayaan peran yang sangat besar dengan dukungan sumber pendapatan daerah, baik melalui pendapatan asli daerah maupun dana perimbangan dari pemerintah pusat. Otonomi daerah juga memberi keleluasaan pemerintah daerah untuk merencanakan, melaksanakan, mengendalikan dan mengevaluasi program atas kebijakan pemerintah daerah. Dalam era otonomi luas ini menuntut jajaran pemerintah daerah dapat mengambil peran yang lebih besar dalam upaya mempercepat pengentasan kemiskinan. Dengan peran yang lebih besar pada pemerintah daerah ini maka peran pemerintah pusat makin bergeser pada hal-hal yang bersifat konsepsional.
Berdasarkan kebijakan nasional telah dikembangkan visi pembangunan bidang kesejahteraan dalam mengatasi kemiskinan yaitu membangun masyarakat yang maju dan sejahtera, sehat dan mandiri, serta bebas dari kemiskinan dan mampu mengatasi bencana karena sadar siap mengatasinya. Disamping itu juga dikembangkan prioritas pembangunan di bidang kesejahteraan rakyat dan pengentasan kemiskinan, yaitu : pertama pengembangan sumber daya manusia terutama pemberdayaan anak-anak dan wanita, kedua menanggulangi kemiskinan melalui proses pemberdayaan dan mempermudah akses keluarga miskin terhadap kesempatan berusaha, modal dan pemasaran produk-produk yang dihasilkan, ketiga penanganan bencara dan musibah (Kaloh, 2007 : 246).
Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 telah diamanatkan tugas dan sebagian urusan pemerintahan diserahkan kepada daerah melalui desentralisasi kewenangan dan memperkuat otonomi daerah. Dalam kaitan pelaksanaan desentralisasi berarti juga menyerahkan proses pembangunan kepada masyarakat terutama masyarakat miskin dalam upaya menolong dirinya sendiri.
Menurut Kaloh (2007 : 247) program-program penanggulangan kemiskinan harus dilakukan secara terpadu, bukan saja pada proses perencanaan tetapi pada sasaran yang disesuaikan dengan karakteristik dari masing-masing wilayah tersebut. Hal ini sebagai penyempurnaan pendekatan yang selama ini telah dilaksanakan dengan penyeragaman suatu program pembangunan di semua wilayah Indonesia tanpa menghiraukan kondisi-kondisi yang melingkupinya. Dengan adanya model keterpaduan program mengatasi kemiskinan yang lebih spesifik maka nilai tambah dari suatu program akan semakin besar.


2.     Perubahan Penerimaan Daerah & Peranan Pendapatan Asli Daerah
Memperhatikan berbagai hasil kajian para ahli menunjukkan bahwa otonomi daerah selama ini tergolong sangat kecil dilihat dari indikator kecilnya kewenangan, jumlah bidang pemerintahan, dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dimiliki daerah (Hoessein, 2000 :3). Hal ini merupakan gambaran dari praktek pemerintahan masa lalu yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974. Dengan berpegang pada Undang-undang tersebut, maka praktek yang terjadi di lapangan berupa sentralisasi kekuasaan yang sangat kuat, sehingga masyarakat di daerah tidak memiliki kekuasaan dan kesempatan untuk mengaktualisasikan kepentingan dan potensi daerahnya sendiri (Mardiasmo, 2000 : 574).
Pada masa sekarang ini dengan perubahan paradigma pemerintahan yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999, pemerintah pusat mencoba meletakkan kembali arti penting otonomi daerah pada posisi yang sebenarnya, yaitu bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangan. Kewenangan daerah tersebut mencakup seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.
Kewenangan yang begitu luas tentunya akan membawa konsekuensi-konsekuensi tertentu bagi daerah untuk menjalankan kewenangannnya itu. Salah satu konsekuensinya adalah bahwa daerah harus mampu membiayai semua kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang menjadi kewenangannya Sejalan dengan hal tersebut, Koswara (2000 : 5) menyatakan bahwa daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangannya sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga PAD harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara.
Isyarat bahwa PAD harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar bagi pelaksanaan otonomi daerah menunjukkan bahwa PAD merupakan tolok ukur terpenting bagi kemampuan daerah dalam menyelenggarakan dan mewujudkan otonomi daerah. Di samping itu PAD juga mencerminkan kemandirian suatu daerah. Sebagaimana Santoso (1995 : 20) mengemukakan bahwa PAD merupakan sumber penerimaan yang murni dari daerah, yang merupakan modal utama bagi daerah sebagai biaya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Meskipun PAD tidak seluruhnya dapat membiayai total pengeluaran daerah, namun proporsi PAD terhadap total penerimaan daerah tetap merupakan indikasi derajat kemandirian keuangan suatu pemerintah daerah.
Pendapatan Asli Daerah meskipun diharapkan dapat menjadi modal utama bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, pada saat ini kondisinya masih kurang memadai. Dalam arti bahwa proporsi yang dapat disumbangkan PAD terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD) masih relatif rendah. Apabila diamati lebih jauh, maka dapat dilihat di mana sebenarnya letak kecilnya nilai PAD suatu daerah. Untuk mengetahui hal ini perlu diketahui terlebih dahulu unsur-unsur yang termasuk dalam kelompok PAD. Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 dinyatakan bahwa PAD terdiri dari :
a.       Hasil pajak daerah
b.      Hasil retribusi daerah
c.       Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkannya
d.      Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.


3.     Pembangunan Ekonomi Regional
Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product atau Produk Domestik Bruto suatu negara. Untuk daerah, makna pembangunan yang tradisional difokuskan pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto suatu provinsi, kabupaten, atau kota.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin Arsyad, 1999).
Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi penduduk atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Todaro, 2000).
Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk mencipatakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses, yaitu proses yang mencakup pembentukan institusi - institusi baru, pembangunan indistri - industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru.
Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah berserta pertisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan sumber daya-sumber daya yang ada harus mampu menaksir potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah.


4.     Faktor-Faktor Penyebab Ketimpangan
a.    Konsentrasi Kegiatan ekonomi
Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah. Ekonomi daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi tinggi cenderung tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan tingkat ekonomi yang rendah cenderung mempunyai tingkat pembanguan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah.
Sebenarnya ada 2 masalah utama dalam pembanguna ekonomi nasional selama ini. Yang pertama adalah semua kegiatan ekonomi hanya terpusat pada satu titik daerah saja, contohnya Jawa. Yang kedua adalah yang sering disebut dengan efek menetes ke bawah tersebut tidak terjadi atau prosesnya lambat. Banyak faktor yang mnyebabkan hal ini, seperti besarnya sebagian input untuk berproduksi diimpor (M) dari luar, bukannya disuplai dari daerah tersebut. Oleh karena itu, keteraitan produksi ke belakang yang sangat lemah, sektor-sektor primer di daerah luar Jawa melakukan ekspor (X) tanpa mengolahnya dahulu untuk mendapatkan NT. Hasil X pada umumnya hanya banyak dinikmati di Jawa.
b.     Alokasi Investasi
Indikator lain juga yang menunjukkan pola serupa adalah distribusi investasi (I) langsung, baik yang bersumber dari luar negeri (PMA) maupun dari dalam negeri (PMDN). Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar, bahwa krangnya I di suatu wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per kapita di wilayah tersebut menjadi rendah, karena tidak adanya kegiatan ekonomi yang produktif, seperti industri manufaktur.
Terpusatnya I di wilayah Jawa, disebabkan oleh banyak faktor seperti kebijakan dan birokrasi yang terpusat selama ini (terutama sebelum pelaksanaan otonomi daerah daerah), konsentrasi penduduk di Jawa dan keterbatasan infrastruktur serta SDM di wilayah luar Jawa. Persebaran sumber daya alam tidak selamanya melimpah. Ada beberapa sumber daya alam yang terbatas dalam jumlahnya dan dalam proses pembentukannya membutuhkan jangka waktu yang relatif lama.
c.     Mobilitas antar Faktor Produksi yang Rendah antar Daerah
Kehadiran buruh migran kelas bawah adalah pertanda semakin majunya suatu negara. Ini berlaku baik bagi migran legal dan ilegal. Ketika sebuah negara semakin sejahtera, lapisan-lapisan masyarakatnya naik ke posisi ekonomi lebih tinggi (teori Marxist: naik kelas).
Fenomena “move up the ladder” ini dengan sendirinya membawa kepada konsekuensi kosongnya lapisan terbawah. Walaupun demikian lapisan ini tidak bisa dihilangkan begitu saja. Sebenarnya lapisan ini sangat substansial, karena menopang “ladders” atau lapisan-lapisan yang berada di atasnya. Lapisan inilah yang diisi oleh para migran kelas bawah.
Salah satu pilar ekonomi liberal adalah kebebasan mobilitas faktor produksi, termasuk faktor buruh. Seharusnya yurisdiksi administratif negara tidak menjadi penghalang mobilitas tersebut. Namun, tetap saja perpindahan ini perlu ditinjau dan dikontrol agar tetap teratur.
d.    Perbedaan SDA antar Provinsi
Dasar pemikiran klasik mengatakan bahwa pembanguan ekonomi di daerah yang kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan dengan daerah yang miskin SDA. Sebenarnya samapai dengan tingkat tertebntu pendapat ini masih dapat dikatakan, dengan catatan SDA dianggap sebagai modal awal untuk pembangunan. Namun, belum tentu juga daerah yang kaya akan SDA akan mempunyai tingkat pembanguan ekonomi yang lebih tinggi juga jika tidak didukung oleh teknologi yang ada
e.     Perbedaan Kondisi Demografis antar Provinsi
Kondisi demografis antar provinsi berbeda satu dengan lainnya, ada yang disominasi oleh sektor pertanian, ada yang didominiasi oleh sektor pariwisata, dan lain sebagainya. Perbedaan kondisi demografis ini biasanya menyebabkan pembangunan ekonomi tiap daerah berbeda-beda. 
f.      Kurang Lancarnya Perdagangan antar Provinsi
Kurang lancarnya perdagangan antar daerah juga menyebabkan ketimpangan ekonomi regional di Indonesia. Pada umumnya ketidaklancaran tersebut disebabkan karena keterbatasan transportasi dan komunikasi. Perdagangan antarprovinsi meliputi barang jadi, barang modal, input perantara, dan bahan baku untuk keperluan produksi dan jasa. Ketidaklancaran perdagangan ini mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan lewat sisi permintaan (Demand) dan sisi penawaran (Supply). Dari sisi permintaan, kelangkaan akan barang dan jasa akan berdampak juga pada permintaan pasar    terhadap kegiatan eonomi lokal yang sifatnya komplementer dengan barang tersebut. Sedangkan dari sisi penawaran, sulitnya memperoleh barang modal seperti mesin, dapat menyebabkan kegiatan ekonomi di suatu provinsi menjadi   lumpuh, selanjutnya dapat menyebabkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah.

5.     Pembangunan Indonesia Bagian Timur
Hasil pembangunan ekonomi nasional selama pemerintahan orde baru menunjukkan bahwa walaupun secara nasional laju pertumbuhan ekonomi nasional rata-rata per tahun tinggi namun pada tingkat regional proses pembangunan selama itu telah menimbulkan suatu ketidak seimbangan pembangunan yang menyolok antara indonesia bagian barat dan indonesia bagian timur. Dalam berbagai aspek pembangunan ekonomi dan sosial, indonesia bagian timur jauh tertinggal dibandingkan indonesia bagian barat.
Tahun 2001 merupakan tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah yang dilakukan secara serentak diseluruh wilayah indonesia. Pelaksanaan otonomi daerah diharapakan dapat menjadi suatu langkah awal yang dapat mendorong proses pembangunan ekonomi di indonesia bagian timur yang jauh lebih baik dibanding pada masa orde baru. Hanya saja keberhasilan pembangunan ekonomi indonesia bagian timur sangat ditentukan oleh kondisi internal yang ada, yakni berupa sejumlah keunggunlan atau kekeuatan dan kelemahan yang dimiliki wilayah tersebut.
Keunggulan atau kekuatan yang dimiliki Indonesia bagian timur adalah sebagai berikut:
a.       Kekayaan sumber daya alam
b.      Posisi geografis yang strategis
c.       Potensi lahan pertanian yang cukup luas
d.      Potensi sumber daya manusia 
Sebenarnya dengan keunggulan-keunggulan yang dimiliki indonesia bagian timur tersebut, kawasan ini sudah lama harus menjadi suatu wilayah di Indonesia dimana masyarakatnya makmur dan memiliki sektor pertanian, sektor pertambangan, dan sektor industri manufaktur yang sangat kuat. Namun selama ini kekayaan tersebut disatu pihak tidak digunakan secara optimal dan dipihak lain kekayaan tersebut dieksploitasi oleh pihak luar yang tidak memberi keuntungan ekonomi yang berarti bagi indonesia bagian timur itu sendiri. 
Kelemahan Wilayah Indonesia Bagian Timur
Indonesia bagian tinur juga memiliki bagian kelemahan yang membutuhkan sejumlah tindakan pembenahan dan perbaikan. Kalau tidak, kelemahan-kelemahan tersebut akan menciptakan ancaman bagi kelangsungan pembangunan ekonomi di kawasan tersebut. Kelemahan yang dimiliki Indonesia bagian timur diantaranya adalah:

a.       Kualitas sumber daya manuasia yang masih rendah
b.      Keterbatasan sarana infrastruktur
c.       Kapasitas kelembagaan pemerintah dan publik masih lemah
d.      Partisipasi masyarakat dalam pembangunan masih rendah


6.     Teori & Analisis Pembangunan Ekonomi Daerah
Perbedaan karakteristik wilayah berarti perbedaan potensi yang dimiliki, sehingga membutuhkan perbedaan kebijakan untuk setiap wilayah. Untuk menunjukkan adanya perbedaan potensi ini maka dibentuklah zona-zona pengembangan ekonomi wilayah.
Zona Pengembangan Ekonomi Daerah adalah pendekatan pengembangan ekonomi daerah dengan membagi habis wilayah sebuah daerah berdasarkan potensi unggulan yang dimiliki, dalam satu daerah dapat terdiri dari dua atau lebih zona dan sebuah zona dapat terdiri dari dua atau lebih cluster. Setiap zona diberi nama sesuai dengan potensi unggulan yang dimiliki, demikian pula pemberian nama untuk setiap cluster.
Zona pengembangan ekonomi daerah (ZPED) adalah salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk membangun ekonomi suatu daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di masa depan. Pola pembangunan ekonomi dengan pendekatan Zona Pengembangan Ekonomi Daerah (ZPED), bertujuan:
a.      Membangun setiap wilayah sesuai potensi yang menjadi keunggulan kompetitifnya/kompetensi intinya.
b.      Menciptakan proses pembangunan ekonomi lebih terstruktur, terarah dan berkesinambungan
c.  Memberikan peluang pengembangan wilayah kecamatan dan desa sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daerah.
Hal ini sejalan dengan strategi pembangunan yang umumnya dikembangkan oleh para ahli ekonomi regional dewasa ini. Para ahli sangat concern dengan ide pengembangan ekonomi yang bersifat lokal, sehingga lahirlah berbagai Strategi Pembangunan Ekonomi Lokal (Local Economic Development/LED).
Strategi ini terangkum dalam berbagai teori dan analisis yang terkait dengan pembangunan ekonomi lokal. Salah satu analisis yang relevan dengan strategi ini adalah Model Pembangunan Tak Seimbang, yang dikemukakan oleh Hirscman :
“Jika kita mengamati proses pembangunan yang terjadi antara dua priode waktu tertentu akan tampak bahwa berbagai sektor kegiatan ekonomi mengalami perkembangan dengan laju yang berbeda, yang berarti pula bahwa pembangunan berjalan dengan baik walaupun sektor berkembang dengan tidak seimbang. Perkembangan sektor pemimpin (leading sector) akan merangsang perkembangan sektor lainnya. Begitu pula perkembangan di suatu industri tertentu akan merangsang perkembangan industri-industri lain yang terkait dengan industri yang mengalami perkembangan tersebut”.
Model pembangunan tak seimbang menolak pemberlakuan sama pada setiap sektor yang mendukung perkembangan ekonomi suatu wilayah. Model pembangunan ini mengharuskan adanya konsentrasi pembangunan pada sektor yang menjadi unggulan (leading sector) sehingga pada akhirnya akan merangsang perkembangan sektor lainnya.
Terdapat pula analisis kompetensi inti (core competiton). Kompetensi inti dapat berupa produk barang atau jasa yang andalan bagi suatu zona/kluster untuk membangun perekonomiannya. Pengertian kompetensi inti menurut Hamel dan Prahalad (1995) adalah :
“Suatu kumpulan kemampuan yang terintegrasi dari serangkaian sumberdaya dan perangkat pendukungnya sebagai hasil dari proses akumulasi pembelajaran, yang akan bermanfaat bagi keberhasilan bersaing suatu bisnis”.


Sumber Referensi :


SOAL BAB VI
1.      Undang – Undang yang membahas tentang pemerintah daerah diberi kepercayaan peran yang sangat besar dengan dukungan sumber pendapatan daerah, baik melalui pendapatan asli daerah maupun dana perimbangan dari pemerintah pusat adalah …
a.       Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
b.      Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004*
c.       Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
d.      Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1999

2.      Menurut UU No.32 Tahun 2004 mengenai kewenangan daerah bahwa pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannnya, dipertegas lagi dalam pasal …
a.       10 ayat (1)*
b.      10 ayat (2)
c.       1 ayat (10)
d.      1 ayat (5)

3.      Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan yang murni dari daerah, yang merupakan modal utama bagi daerah sebagai biaya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Pendapat yang dikemukakan oleh …
a.       (Mardiasmo, 2000 : 574)
b.      (Hoessein, 2000 :3)
c.       (Koswara, 2000 : 5)
d.      (Santoso, 1995 : 20)*

4.      Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 dinyatakan bahwa PAD terdiri dari beberapa penghasilan, yang bukan termasuk adalah …
a.       Hasil pajak daerah
b.      Hasil retribusi daerah
c.       Hasil pajak perseorangan*
d.      Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkannya

5.      Keunggulan atau kekuatan yang dimiliki Indonesia bagian timur adalah sebagai berikut, kecuali …
a.       Kekayaan sumber daya alam
b.      Posisi geografis yang strategis
c.       Potensi lahan pertanian yang cukup luas
d.      Potensi sumber daya manusia masih rendah*




BAB VII
SEKTOR PERTANIAN


1.     Sektor Pertanian Indonesia
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang paling tahan terhadap fluktuasi ekonomi internasional. Pasca krisis ekonomi 1997, situasi politik dalam negeri yang tidak stabil banyak berpengaruh pada siklus ekonomi. Saat investasi, manufaktur, dan indikator runtuh, ternyata pertanian tetap bertahan karena kebutuhan dan keberadaannya menjadi pokok utama ekonomi rakyat.
Pengaruh sektor pertanian dan perkebunan sangat erat dengan perekonomian Indonesia. Sebagai contoh, implikasi serius dari naiknya harga beras bukan hanya pada persoalan mikro. Harga beras yang melonjak akan memicu inflasi. Bulan November 2006, Badan Pusat Statistik (BPS) sudah mengumumkan bahwa untuk pertama kalinya ekonomi Indonesia tidak lagi overheated, karena inflasi bisa diredam sampai satu digit. Menjaga keseimbangan harga dan stok harus diperhatikan. Jika inflasi naik lagi maka itu merupakan pertanda bahwa stabilitas nasional akan terganggu.
Faktor eksternal yang bisa membuat sektor pertanian hancur, misalnya serbuan impor dan penyelundupan. Faktor tersebut harus diperketat karena negara sangat dirugikan dengan penyelundupan komoditas seperti gandum, kedelai, jagung, beras yang diperkirakan mencapai jutaan ton per tahun.
Di sektor perkebunan pernah terjadi  hambatan dalam ekspor minyak kelapa sawit ke India karena adanya ketentuan beta karoten yang diberlakukan pemerintah India sejak Agustus 2003. Hal ini dikarenakan 90% minyak kelapa sawit Indonesia tidak memenuhi kadar beta karoten 500-2500mg/kg yang ditentukan India. Permasalahan pada pertanian dan perkebunan hendaknya menjadi koreksi untuk masa depan perekonomian Indonesia. Hal ini tentu mempengaruhi perekonomian bangsa, karena pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama dalam perekonomian.
Sektor pertanian mengkontribusikan terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional dalam 4 bentuk yaitu:
a.      Kontribusi Produk, Penyediaan makanan untuk penduduk, penyediaan bahan baku untuk industri manufaktur seperti industri: tekstil, barang dari kulit, makanan dan minuman.
b.      Kontribusi Pasar, Pembentukan pasar domestik untuk barang industri dan konsumsi.
c.      Kontribusi Faktor Produksi, Penurunan peranan pertanian di pembangunan ekonomi, maka terjadi transfer surplus modal dan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor lain.
d.    Kontribusi Devisa, Pertanian sebagai sumber penting bagi surplus neraca perdagangan (NPI) melalui ekspor produk pertanian dan produk pertanian yang menggantikan produk impor.


2.     Nilai Tukar Petani
Nilai Tukar Petani merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani. Nilai Tukar Petani (NTP) adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB) yang dinyatakan dalam persentase. Secara konsepsional NTP adalah pengukur kemampuan tukar barang-barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam memproduksi produk pertanian.
Secara umum NTP menghasilkan 3 pengertian :
a.    NTP > 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu lebih baik dibandingkan dengan NTP pada tahun dasar.
b.      NTP = 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu sama dengan NTP pada tahun dasar.
c.     NTP < 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu menurun dibandingkan NTP pada tahun dasar.


3.     Investasi di sektor Pertanian
Sektor pertanian adalah salah satu sektor penting dalam pergerakan perekonomian di Indonesia, terutama pada perekonomian pedesaan. Permasalahan yang terjadi saat ini adalah rendahnya perkembangan investasi dibidang pertanian, terutama spesifikasi pada investasi bidang pertanian dalam arti sempit. Salah satu sektor penunjang yang dapat menjadi indikator investasi adalah sektor perbankan.
Berdasarkan data posisi pinjaman investasi yang diberikan oleh sektor perbankan (baik bank pPersero, Bank Perkreditan Rakyat, Bank Pemerintah Daerah, Bank Swasta Nasional, Bank Swasta Asing, dan Bank Campuran)kepada sektor pertanian, perikanan, peternakan, dan kehutanan, tren pemberian modal investasi pada tahun 2005-januari 2011 cenderung stagnan. Pada Bank Persero, pemberian pinjaman investasi mengalami peningkatan(dalam miliar rupiah) dari 7.579 pada 2005 atau 19.18% menjadi 28.307 pada januari 2011 atau 31.5%. sektor pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan mendapatkan jumlah dan proporsi terbesar dalam penyaluran kredit investasi. Namun, peningkatan ini masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan peningkatan pada sektor listrik, gas, dan air bersih yang mendapatkan proporsi sebesar 0.2% pada 2005 dan meningkat menjadi 9% pada 2011.


4.     Keterkaitan Pertanian dengan Industri Manufaktur
Salah satu penyebab krisis ekonomi kesalahan industrialisasi yg tidak berbasis pertanian. Hal ini terlihat bahwa laju pertumbuhan sector pertanian (+) walaupun kecil, sedangkan industri manufaktur (-). Jepang, Taiwan & Eropa dalam memajukan industri manufaktur diawali dengan revolusi sector pertanian. 
Alasan sector pertanian harus kuat dalam proses industrialisasi:
a.       Sektor pertanian kuat pangan terjamin tidak ada lapar kondisi sospol stabil
b.      Sudut Permintaan Sektor pertanian kuat pendapatan riil perkapita naik  permintaan oleh petani thd produk industri manufaktur naik berarti industri manufaktur berkembang & output industri menjadi input sektor pertanian
c.       Sudut Penawaran permintaan produk pertanian sebagai bahan baku oleh industri manufaktur.
d.      Kelebihan output siktor pertanian digunakan sebagai investasi sektor industri manufaktur seperti industri kecil dipedesaan.
Kenyataan di Indonesia keterkaitan produksi sektor pertanian dam industri manufaktur sangat lemah dan kedua sektor tersebut sangat bergantung kepada barang impor.


Sumber Referensi :


SOAL BAB VII
1.      Sektor pertanian mengkontribusikan terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional sebagai berikut …
a.       Kontribusi Produk, Kontribusi Pasar, Kontribusi Faktor Produksi, Kontribusi Devisa*
b.      Kontribusi Produk, Kontribusi Devisa, Kontribusi Distribusi, Kontribusi Konsumsi
c.       Kontribusi Pasar, Kontribusi Produk, Kontribusi Faktor Produksi, Kontribusi Konsumsi
d.      Kontribusi Pasar, Kontribusi Devisa, Kontribusi Distribusi, Kontribusi Faktor Produksi

2.      Nilai Tukar Petani merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani. Cara perhitungan NTP adalah …
a.       rasio antara indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB) yang dinyatakan dalam diagram
b.      rasio antara indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB) yang dinyatakan dalam grafik
c.       rasio antara indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB) yang dinyatakan dalam perbandingan
d.      rasio antara indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB) yang dinyatakan dalam persentase*

3.      NTP pada suatu periode tertentu menurun dibandingkan NTP pada tahun dasar. Hal tersebut merupakan pengertian hasil NTP secara umum apabila …
a.       NTP > 100
b.      NTP = 100
c.       NTP < 100*
d.      NTP = > 100

4.   Sektor pertanian adalah salah satu sektor penting dalam pergerakan perekonomian di Indonesia, terutama pada perekonomian pedesaan. Sebagai sektor penunjang permasalahan yang terjadi saat ini adalah …
a.       Tingginya perkembangan daya saing
b.      Rendahnya perkembangan investasi*
c.       Rendahnya perkembangan teknologi
d.      Tingginya perkembangan investasi

5.      Kenyataan di Indonesia keterkaitan sektor pertanian dengan industry manufaktur sangat lemah, hal ini sebabkan karena …
a.       Kedua sektor tersebut sangat bergantung kepada barang impor*
b.      Kedua sektor tersebut sangat bergantung kepada barang ekspor
c.       Kedua sektor tersebut sangat bergantung kepada kualitas SDA
d.      Kedua sektor tersebut sangat bergantung kepada keahlian SDM




BAB VIII
INDUSTRIALISASI DI INDONESIA


1.     Konsep & Tujuan Industrialisasi
Konsep Industrialisasi
Industri adalah bidang mata pencaharian yang menggunakan ketrampilan dan ketekunan kerja (bahasa Inggris: industrious) dan penggunaan alat-alat di bidang pengolahan hasil-hasil bumi dan distribusinya sebagai dasarnya. Maka industri umumnya dikenal sebagai mata rantai selanjutnya dari usaha-usaha mencukupi kebutuhan (ekonomi) yang berhubungan dengan bumi, yaitu sesudah pertanian, perkebunan dan pertambangan yang berhubungan erat dengan tanah. Kedudukan industri semakin jauh dari tanah, yang merupakan basis ekonomi, budaya dan politik.
Awal konsep industrialisasi revolusi industry abad 18 di Inggris adalah dalam pemintalan dan produksi kapas yang menciptakan spesialisasi produksi. Selanjutnya penemuan baru pada pengolahan besi dan mesin uap sehingga mendorong inovasi baja,dan begitu seterusnya, inovasi-inovasi bar uterus bermunculan. Industri merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi.
Tujuan Industrialisasi
Tujuan industrialisasi itu sendiri adalah untuk memajukan sumber daya alam yang dimiliki oleh setiap Negara, dengan didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas.


2.     Faktor-Faktor Pendorong Industrialisasi
Berikut adalah faktor – faktor pendorong industrialisasi antara lain :
a.    Kemampuan teknologi dan inovasi
b.    Laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita
c.  Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri. Negara yang awalnya memiliki industri dasar/primer/hulu seperti baja, semen, kimia, dan industri tengah seperti mesin alat produksi akan mengalami proses industrialisasi lebih cepat
d.   Besar pangsa pasar DN yang ditentukan oleh tingkat pendapatan dan jumlah penduduk. Indonesia dengan 200 juta orang menyebabkan pertumbuhan kegiatan ekonomi
e.   Ciri industrialisasi yaitu cara pelaksanaan industrialisasi seperti tahap implementasi, jenis industri unggulan dan insentif yang diberikan.
f.      Keberadaan SDA. Negara dengan SDA yang besar cenderung lebih lambat dalam industrialisasi
g.    Kebijakan/strategi pemerintah seperti tax holiday dan bebas bea masuk bagi industri orientasi ekspor.


3.     Perkembangan Sektor Industri Manufaktur Nasional
Perusahaan manufaktur merupakan penopang utama perkembangan industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah negara juga dapat digunakan untuk melihat perkembangan industri secara nasional di negara itu. Perkembangan ini dapat dilihat baik dari aspek kualitas produk yang dihasilkannya maupun kinerja industri secara keseluruhan. 
Sejak krisis ekonomi dunia yang terjadi tahun 1998 dan merontokkan berbagai sendi perekonomian nasional, perkembangan industri di Indonesia secara nasional belum memperlihatkan perkembangan yang menggembirakan. Bahkan perkembangan industri nasional, khususnya industri manufaktur, lebih sering terlihat merosot ketimbang grafik peningkatannya.
Sebuah hasil riset yang dilakukan pada tahun 2006 oleh sebuah lembaga internasional terhadap prospek industri manufaktur di berbagai negara memperlihatkan hasil yang cukup memprihatinkan. Dari 60 negara yang menjadi obyek penelitian, posisi industri manufaktur Indonesia berada di posisi terbawah bersama beberapa negara Asia, seperti Vietnam. Riset yang meneliti aspek daya saing produk industri manufaktur Indonesia di pasar global, menempatkannya pada posisi yang sangat rendah.
Industri manufaktur masa depan adalah industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia (comparative advantage), seperti luas bentang wilayah, besarnya jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta profesionalisme sumber daya manusia Indonesia (competitive advantage).


4.     Permasalahan Industrialisasi
Indonesia adalah negara yang besar dengan jumlah penduduk yang besar pula, hal ini bisa menjadi salah satu faktor pertumbuhan industri di negara ini, tetapi berbagai isu- isu yang berkembang sebagai salah satu dampak era globalisasi sangat berpengaruh terhadap iklim industri di Indonesia. Kendala dan permasalahan yang terjadi itu antara lain adalah sebagai berikut:

a.      Konsentrasi Industri Secara Geografis
Industri Indonesia terkonsentrasi secara geografis ke Kabarin (Kawasan Barat Indonesia), yaitu Jawa dan Sumatra. Pembangunan industri dan aktivitas bisnis Indonesia selama lebih dari tiga dasawarsa terakhir cenderung bias ke pulau Jawa dan Sumatra. Industri manufaktur Indonesia cenderung terkonsentrasi secara spasial di Jawa sejak tahun 1970-an (Aziz, 1994, Hill, 1990). dengan kondisi ini,daerah-daerah lain seakan-akan menjadi daerah yang di anak tirikan,padahal di indonesia memiliki 5 pulau besar yang ke semuanya memiliki potensi untuk di jadikan sebagai kawasan industri. Tidak meratanya pembangunan industri di indonesia menyebabkan dampak sentralisasi yang juga akan menyebabkan kepadatan penduduk di suatu daerah.

b.      Tingginya impor di Indonesia
Hampir semua industri Indonesia memiliki kandungan impor (import content) bahan baku dan bahan setengah jadi yang relatif tinggi. Import content industri padat modal lebih tinggi daripada industri padat karya. Tingginya kandungan impor bahan baku, bahan antara, dan komponen untuk seluruh industri, yang berkisar antara 28-30 persen antara tahun 1993-2002.
Inilah yang barangkali menjelaskan mengapa melemahnya nilai rupiah terhadap dolar
tidak langsung menyebabkan kenaikan ekspor secara signifikan.

Relatif tingginya kandungan impor bahan baku dan penolong mencerminkan bahwa upaya peningkatan pendalaman industri masih perlu digalakkan. Dengan kata lain, industri pendukung dan terkait, khususnya industri komponen dan hulu, masih belum kokoh dalam menopang struktur industri Indonesia. Implikasinya, strategi substitusi impor untuk industri andalan Indonesia agaknya perlu diprioritaskan. Sebenarnya pihak pemerintah dalam hal ini sudah melakukan berbagai macam cara,di antaranya yaitu dengan melaksanakan program padat karya,ataupun berbagai program yang di lakukan oleh pemerintah,yaitu dinas koperasi dan UKM.

c.       Dualisme Industri
Dualisme industri Indonesia terus berlanjut: Industri kecil mendominasi dari sisi unit usaha (99%) dan penyerapan tenaga kerja (60%), namun menyumbang hanya 22% terhadap nilai tambah. Sebaliknya industri besar dan menengah,yang jumlah unit usahanya hanya kurang dari 1%, menyerap tenaga kerja 40% dan menyumbang nilai tambah 78%.Sementara itu, kontribusi UKM thd PDB sebesar 54-57%, sedang UB sekitar 42-46% selama tahun 2002-2005.

d.      Belum Membaiknya Iklim Investasi
Iklim investasi di Indonesia masih memiliki banyak kendala. Selama 2003 hingga 2006, kendala terbesar bagi para pelaku bisnis adalah ketidakstabilan kondisi ekonomi makro dan ketidakpastian kebijakan ekonomi cenderung menurun. Artinya, pelaku bisnis melihat adanya perbaikan lingkungan makro dan kebijakan ekonomi. Namun, kendala lain yang cenderung memburuk adalah infrastruktur (transportasi dan listrik), tenaga kerja (regulasi ketenagakerjaan nasional maupun daerah, keterampilan dan pendidikan pekerja). Kendala yang cenderung membaik di mata pelaku bisnis adalah kebijakan perdagangan dan bea cukai, akses terhadap modal, keamanan, perizinan baik nasional maupun lokal, biaya modal, tarif dan administrasi pajak, konflik dan sistem hukum, dan korupsi pada skala lokal maupun nasional.

e.       Ekonomi Biaya Tinggi
Berbagai pungutan, baik resmi maupun liar, yang harus dibayar perusahaan kepada para petugas, pejabat, dan preman masih berlanjut. Berdasarkan survei di Batam, Jabotabek, Bandung-Cimahi, Jepara-Pati, Surabaya-Sidoarjo, Denpasar, Kuncoro et al. (2004) menunjukkan masih adanya uang pelicin (grease money) dalam bentuk pungli,upeti dan biaya ekstra yang harus dikeluarkan oleh perusahaan dari sejak mencari bahan baku, memproses input menjadi output, maupun melakukan ekspor. Lebih dari separuh responden berpendapat bahwa pungli, perijinan oleh pemerintah pusat dan daerah, kenaikan tarif (BBM, listrik, dll.) merupakan kendala utama yang dihadapi para pengusaha, terutama yang berorientasi ekspor.

5.     Strategi Pembangunan Sektor Industrialisasi
Strategi substitusi impor (Inward Looking)
Bertujuan mengembangkan industri berorientasi domestic yang dapat menggantikan produk impor. Negara yang menggunakan strategi ini adalah Korea & Taiwan. Pertimbangan menggunakan strategi ini:
a.       Sumber daya alam & Faktor produksi cukup tersedia
b.      Potensi permintaan dalam negeri memadai
c.       Sebagai pendorong perkembangan industri manufaktur dalam negeri
d.      Kesempatan kerja menjadi luas
e.       Pengurangan ketergantungan impor, sehingga defisit berkurang

Strategi promosi ekspor (Outward Looking)
Beorientasi ke pasar internasional dalam usaha pengembangan industri dalam negeri yang memiliki keunggulan bersaing. Rekomendasi agar strategi ini dapat berhasil :
a.       Pasar harus menciptakan sinyal harga yang benar yang merefleksikan kelangkaan barang yang bisa baik pasar input maupun output.
b.      Tingkat proteksi impor harus rendah.
c.       Nilai tukar harus realistis.
d.      Ada insentif untuk peningkatan ekspor.


Sumber Referensi :



SOAL BAB VIII
1.      Awal konsep industrialisasi revolusi industry abad 18 di Negara …
a.       Amerika
b.      Jerman
c.       Inggris*
d.      Belanda

2.      Berikut yang tidak termasuk faktor-faktor pendorong industrialisasi adalah …
a.       Kemampuan teknologi dan inovasi
b.      Laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita
c.       Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri
d.      Laju pertumbuhan penduduk miskin*

3.      Akibat dari revolusi industry oleh Negara Inggris terhadap dunia yaitu, kecuali …
a.       Munculnya paham sosialisme*
b.      Industrialisasi besar-besaran dan urbanisasi
c.       Timbulnya kaum borjuis
d.      Kapitalisme modern semakin berkembang

4.      Permasalahan Industrialisasi di Indonesia terjadi karena adanya beberapa kendala. Yang bukan termasuk adalah …
a.   Ketidakstabilan kondisi ekonomi makro dan ketidakpastian kebijakan ekonomi cenderung menurun.
b.      Tidak meratanya pembangunan industri di indonesia menyebabkan dampak sentralisasi yang juga akan menyebabkan kepadatan penduduk di suatu daerah.
c.       Dualisme industri Indonesia terus berlanjut
d.      Tingginya tingkat ekspor barang dan rendahnya tingkat impor barang*

5.      Strategi industri berorientasi domestic yang dapat menggantikan produk impor dapat melakukan pertimbangan diantaranya …
a.       Peningkatan ketergantungan impor, sehingga defisit bertambah
b.      Sumber daya alam & Faktor produksi cukup tersedia*
c.       Tingkat proteksi ekspor harus rendah
d.      Ada insentif untuk peningkatan impor