Hak Kekayaan
Intelektual (H.K.I.) merupakan terjemahan dari Intellectual Property Rights
(IPR). Organisasi Internaasional yang mewadahi bidang H.K.I. yaitu WIPO (World
Intellectual Property Organization).
Istilah yang
sering digunakan dalam berbagai literatur untuk Hak Kekayaan Intelektual:
·
Hak Kekayaan Intelektual (H.K.I.)
·
Intellectual Property Rights (IPR)
·
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
·
Hak Milik Intelek
Hak adalah
benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu
(karena telah ditentukan oleh undang-undang), atau weweang menurut
hukum. Kekayaan adalah perihal yang (bersifat, ciri) kaya, harta yang
menjadi milik orang, kekuasaan. Intektual adalah cerdas, berakal dan
berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan, atau yang mempunyai
kecerdasan tinggi, cendikiawan atau totalitas pengertian atau kesadaran
terutama yang menyangkut pemikiran dan pemahaman.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Hak Atas kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomis. Konsepsi mengenai HAKI didasarkan pada pemikiran bahwa karya intelektual yang telah dihasilkan manusia memerlukan pengorbanan tenaga, waktu dan biaya. Berdasarkan konsep ini maka mendorong kebutuhan adanya penghargaan atas hasil karya yang telah dihasilkan berupa perlindungan hukum bagi HAKI. Tujuan pemberian perlindungan hukum itu untuk mendorong dan menumbu kembangkan semangat berkarya dan mencipta.
Secara sederhana HAKI mencakup Hak Cipta, Hak Paten dan Hak Merk. Namun jika dilihat lebih rinci HAKI merupakan bagian dari benda, yaitu benda tidak berwujud (benda imateriil). HAKI termasuk dalam bagian hak atas benda tak terwujud seperti paten, merek, cipta. HAKI sifatnya berwujud berupa informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, keterampilan dan sebagainya yang tidak mempunyai bentuk tertentu.
B. Sejarah
Perkembangan Sistem Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual di Indonesia
Undang-undang mengenai HAKI pertama kali ada
di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Penemu-penemu
yang muncul dalam kurun waktu tersebut dan mempunyai hak monopoli atas penemuan
mereka diantaranya adalah Caxton, Galileo dan Guttenberg. Upaya harmonisasi
dalam bidang HAKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya Paris
Convention untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian Berne
Convention 1886 untuk masalah copyright atau hak cipta. Tujuan dari
konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi, pembahasan masalah baru,
tukar menukar informasi, perlindungan mimimum dan prosedur mendapatkan hak.
Kedua konvensi itu kemudian membentuk biro administratif bernama The United
International Bureau For The Protection of Intellectual Property yang
kemudian dikenal dengan nama World Intellectual Property Organisation
(WIPO). WIPO kemudian menjadi badan administratif khusus di bawah PBB yang
menangani masalah HAKI anggota PBB. Sebagai tambahan pada tahun 2001 WIPO telah
menetapkan tanggal 26 April sebagai Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia.
Setiap tahun, negara-negara anggota WIPO termasuk Indonesia menyelenggarakan
beragam kegiatan dalam rangka memeriahkan Hari HAKI Sedunia.
Di Indonesia, HAKI mulai populer memasuki
tahun 2000 – sekarang. Tetapi ketika kepopulerannya itu sudah mencapa
puncaknya, grafiknya menurun. Ketika mengalami penurunan, muncul lah hukum
siber (cyber), yang ternyata perkembangan dari HAKI itu sendiri. Jadi,
HAKI akan terbawa terus seiring dengan ilmu-ilmu yang baru. seiring dengan perkembangan
teknologi informasi yang tidak pernah berhenti berinovasi. Peraturan
perundangan HAKI di Indonesia dimulai sejak masa penjajahan Belanda dengan
diundangkannya: Octrooi Wet No. 136; Staatsblad 1911 No. 313; Industrieel
Eigendom Kolonien 1912; dan Auterswet 1912 Staatsblad 1912
No. 600. Setelah Indonesia merdeka, Menteri Kehakiman RI mengeluarkan
pengumuman No. JS 5/41 tanggal 12 Agustus 1953 dan No. JG 1/2/17 tanggal 29
Agustus 1953 tentang Pendaftaran Sementara Paten.
Pada tahun 1961, Pemerintah RI mengesahkan
Undang-undang No. 21 Tahun 1961 tentang Merek. Kemudian pada tahun 1982,
Pemerintah juga mengundangkan Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
Di bidang paten, Pemerintah mengundangkan Undang-undang No. 6 Tahun 1989
tentang Paten yang mulai efektif berlaku tahun 1991. Di tahun 1992, Pemerintah
mengganti Undang-undang No. 21 Tahun 1961 tentang Merek dengan Undang-undang
No. 19 Tahun 1992 tentang Merek.
C.
Prinsip
- Prinsip Hak Kekayaan Atas Intelektual
·
Prinsip Keadilan
(The Principle of Natural Justice)
Berdasarkan prinsip ini, hukum memberikan
perlindungan kepada pencipta berupa suatu kekuasaan untuk bertindak dalam
rangka kepentingan yang disebut hak. Pencipta yang menghasilkan suatu karya
bedasarkan kemampuan intelektualnya wajar jika diakui hasil karyanya.
·
Prinsip Ekonomi
(The Economic Argument)
Berdasarkan prinsip ini HAKI memiliki manfaat
dan nilai ekonomi serta berguna bagi kehidupan manusia. Nilai ekonomi pada HAKI
merupakan suatu bentuk kekayaan bagi pemiliknya, pencipta mendapatkan
keuntungan dari kepemilikan terhadap karyanya seperti dalam bentuk pembayaran
royalti terhadap pemutaran musik dan lagu hasil ciptanya.
·
Prinsip
Kebudayaan (The Cultural Argument)
Berdasarkan prinsip ini, pengakuan atas kreasi
karya sastra dari hasil ciptaan manusia diharapkan mampu membangkitkan semangat
dan minat untuk mendorong melahirkan ciptaan baru. Hal ini disebabkan karena
pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra sangat berguna
bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban dan martabat manusia. Selain itu,
HAKI juga akan memberikan keuntungan baik bagi masyarakat, bangsa maupun
negara.
·
Prinsip Sosial
(The Social Argument)
Berdasarkan prinsip ini, sistem HAKI
memberikan perlindungan kepada pensipta tidak hanya untuk memenuhi kepentingan
individu, persekutuan atau kesatuan itu saja melainkan berdasarkan keseimbangan
individu dan masyarakat. Bentuk keseimbangan ini dapat dilihat pada ketentuan
fungsi sosial dan lisensi wajib dalam undang-undang hak cipta Indonesia.
D. Klasifikasi Hak Kekayaan Atas Intektual
Secara umum Hak Kekayaan Intelektual dapat
terbagi dalam dua kategori yaitu :
- Hak Cipta (Copyright)
- Hak Kekayaan Industri (Industrial Property
Right), meliputi: Paten (Patent), Merek (Trade Mark), Desain Industri
(Industrial Design), Rahasia Dagang (Trade Secret), Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu (Layout Design Of Integrated Circuit)
E.
Konsep & Dasar Hak Atas Kekayaan Intelektual
Setiap hak yang termasuk kekayaan intelektual
memiliki konsep yang bernama konsep HAKI. Berikut ini merupakan konsep HAKI:
- Haki kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (UU & wewenang menurut hukum).
- Kekayaan hal-hal yang bersifat ciri yang menjadi milik orang.
- Kekayaan intelektual kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia (karya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra) – dihasilkan atas kemampuan intelektual pemikiran, daya cipta dan rasa yang memerlukan curahan tenaga, waktu dan biaya untuk memperoleh “produk” baru dengan landasan kegiatan penelitian atau yang sejenis – jenis.
Selain memiliki konsep HAKI juga memiliki
dasar – dasar. Berikut ini merupakan dasar dari HAKI Karya Intelektual:
- Hasil suatu pemikiran dan kecerdasan manusia, yang dapat berbentuk penemuan, desain, seni, karya tulis atau penerapan praktis suatu ide.
- Dapat mengandung nilai ekonomis, dan oleh karena itu dianggap suatu aset komersial.
F. Bentuk (Karya) Kekayaan Intelektual
Terdapat berbagai macam bentuk karya
intelektual yang dapat digolongkan ke dalam bentuk HAKI. Berikut ini merupakan
bentuk (karya) kekayaan intelektual:
- Penemuan
- Desain Produk
- Literatur, Seni, Pengetahuan, Software
- Nama dan Merek Usaha
- Know-How & Informasi Rahasia
- Desain Tata Letak IC
- Varietas Baru Tanaman
G. Tujuan Penerapan HAKI
Setiap hak yang digolongkan ke dalam HAKI
harus mendapat kekuatan hukum atas karya atau ciptannya. Untuk itu diperlukan
tujuan penerapan HAKI. Berikut ini merupakan tujuan penerapan HAKI:
- Antisipasi kemungkinan melanggar HAKI milik pihak lain
- Meningkatkan daya kompetisi dan pangsa pasar dalam komersialisasi kekayaan intelektual
- Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan strategi penelitian, usaha dan industri di Indonesia.
H. Pengaturan HAKI di
Indonesia
Pengaturan HAKI secara pokok (dalam UU) dapat
dikatakan telah lengkap dan memadai. Dikatakan lengkap, karena menjangkau ke-7
jenis HAKI yang telah disebutkan di atas. Dikatakan memadai, karena dalam
kaitannya dengan kondisi dan kebutuhan nasional, dengan beberapa catatan,
tingkat pengaturan tersebut secara substantif setidaknya telah memenuhi syarat
minimal yang ditentukan pada Perjanjian Internasional yang pokok di bidang
HAKI.
Sejalan dengan masuknya Indonesia sebagi
anggota WTO/TRIP’s dan diratifikasinya beberapa konvensi internasional di
bidang HAKI sebagaimana dijelaskan pada pengaturan HAKI di internasional
tersebut di atas, maka Indonesia harus menyelaraskan peraturan
perundang-undangan di bidang HAKI. Untuk itu, pada tahun 1997 Pemerintah
merevisi kembali beberapa peraturan perundangan di bidang HAKI, dengan
mengundangkan:
- Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta
- Undang-undang No. 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten
- Undang-undang No. 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek
Selain ketiga undang-undang tersebut di atas,
undang-undang HAKI yang menyangkut ke-7 HAKI antara lain:
1)
Undang-undang
No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
2)
Undang-undang
No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
3)
Undang-undang
No. 15 Tahun 2001 tentang Merk
4)
Undang-undang
No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
5)
Undang-undang
No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
6)
Undang-undang
No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
7)
Undang-undang
No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
Dengan pertimbangan masih perlu dilakukan penyempurnaan terhadap undang-undang tentang hak cipta, paten, dan merek yang diundangkan tahun 1997, maka ketiga undang-undang tersebut telah direvisi kembali pada tahun 2001. Selanjutnya telah diundangkan:
- Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
- Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (khusus mengenai revisi UU tentang Hak Cipta saat ini masih dalam proses pembahasan di DPR)
Hukum Kekayaan Intelektual (HAKI) di bidang
hak cipta memberikan sanksi jika terjadi pelanggaran terhadap tindak pidana di
bidang hak cipta yaitu pidana penjara dan/atau denda, hal ini sesuai dengan
ketentuan pidana dan/atau denda dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
sebagai berikut:
1)
Pasal
72 ayat (1) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), atau pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).
2)
Pasal
72 ayat (2) : Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta
atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
3)
Pasal
72 ayat (3) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan
untuk kepentingan komersial suatu program komputer, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
4)
Pasal
72 ayat (4) : Barangsiapa melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,-
(satu miliar rupiah).
5)
Pasal
72 ayat (5) : Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau
Pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta
rupiah).
6)
Pasal
72 ayat (6) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau
Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
7)
Pasal
72 ayat (7) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
8)
Pasal
72 ayat (8) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
9)
Pasal
72 ayat (9) : Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
10) Pasal 73 ayat (1) : Ciptaan atau
barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta atau hak terkait serta
alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh
negara untuk dimusnahkan.
11) Pasal 73 ayat (2) : Ciptaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang seni dan bersifat unik, dapat
dipertimbangkan untuk tidak dimusnahkan.
Daftar Pustaka :
No comments:
Post a Comment