Wednesday, 13 April 2016

Tugas2_SS_Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)

A.    Pengertian HAKI 
Hak Kekayaan Intelektual (H.K.I.) merupakan terjemahan dari Intellectual Property Rights (IPR). Organisasi Internaasional yang mewadahi bidang H.K.I. yaitu WIPO (World Intellectual Property Organization). 

Istilah yang sering digunakan dalam berbagai literatur untuk Hak Kekayaan Intelektual:
·         Hak Kekayaan Intelektual (H.K.I.)
·         Intellectual Property Rights (IPR)
·         Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
·         Hak Milik Intelek  

Hak adalah benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang), atau weweang menurut hukum. Kekayaan adalah perihal yang (bersifat, ciri) kaya, harta yang menjadi milik orang, kekuasaan. Intektual adalah cerdas, berakal dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan, atau yang mempunyai kecerdasan tinggi, cendikiawan atau totalitas pengertian atau kesadaran terutama yang menyangkut pemikiran dan pemahaman.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Hak Atas kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomis. Konsepsi mengenai HAKI didasarkan pada pemikiran bahwa karya intelektual yang telah dihasilkan manusia memerlukan pengorbanan tenaga, waktu dan biaya. Berdasarkan konsep ini maka mendorong kebutuhan adanya penghargaan atas hasil karya yang telah dihasilkan berupa perlindungan hukum bagi HAKI. Tujuan pemberian perlindungan hukum itu untuk mendorong dan menumbu kembangkan semangat berkarya dan mencipta.

Secara sederhana HAKI mencakup Hak Cipta, Hak Paten dan Hak Merk. Namun jika dilihat lebih rinci HAKI merupakan bagian dari benda, yaitu benda tidak berwujud (benda imateriil). HAKI termasuk dalam bagian hak atas benda tak terwujud seperti paten, merek, cipta. HAKI sifatnya berwujud berupa informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, keterampilan dan sebagainya yang tidak mempunyai bentuk tertentu. 


B. Sejarah Perkembangan Sistem Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual di Indonesia
Undang-undang mengenai HAKI pertama kali ada di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka diantaranya adalah Caxton, Galileo dan Guttenberg. Upaya harmonisasi dalam bidang HAKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian Berne Convention 1886 untuk masalah copyright atau hak cipta. Tujuan dari konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi, pembahasan masalah baru, tukar menukar informasi, perlindungan mimimum dan prosedur mendapatkan hak. Kedua konvensi itu kemudian membentuk biro administratif bernama The United International Bureau For The Protection of Intellectual Property yang kemudian dikenal dengan nama World Intellectual Property Organisation (WIPO). WIPO kemudian menjadi badan administratif khusus di bawah PBB yang menangani masalah HAKI anggota PBB. Sebagai tambahan pada tahun 2001 WIPO telah menetapkan tanggal 26 April sebagai Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia. Setiap tahun, negara-negara anggota WIPO termasuk Indonesia menyelenggarakan beragam kegiatan dalam rangka memeriahkan Hari HAKI Sedunia.

Di Indonesia, HAKI mulai populer memasuki tahun 2000 – sekarang. Tetapi ketika kepopulerannya itu sudah mencapa puncaknya, grafiknya menurun. Ketika mengalami penurunan, muncul lah hukum siber (cyber), yang ternyata perkembangan dari HAKI itu sendiri. Jadi, HAKI akan terbawa terus seiring dengan ilmu-ilmu yang baru. seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang tidak pernah berhenti berinovasi. Peraturan perundangan HAKI di Indonesia dimulai sejak masa penjajahan Belanda dengan diundangkannya: Octrooi Wet No. 136; Staatsblad 1911 No. 313; Industrieel Eigendom Kolonien 1912; dan Auterswet 1912 Staatsblad 1912 No. 600. Setelah Indonesia merdeka, Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman No. JS 5/41 tanggal 12 Agustus 1953 dan No. JG 1/2/17 tanggal 29 Agustus 1953 tentang Pendaftaran Sementara Paten.

Pada tahun 1961, Pemerintah RI mengesahkan Undang-undang No. 21 Tahun 1961 tentang Merek. Kemudian pada tahun 1982, Pemerintah juga mengundangkan Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Di bidang paten, Pemerintah mengundangkan Undang-undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten yang mulai efektif berlaku tahun 1991. Di tahun 1992, Pemerintah mengganti Undang-undang No. 21 Tahun 1961 tentang Merek dengan Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek.

C. Prinsip - Prinsip Hak Kekayaan Atas Intelektual 
·         Prinsip Keadilan (The Principle of Natural Justice)

Berdasarkan prinsip ini, hukum memberikan perlindungan kepada pencipta berupa suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingan yang disebut hak. Pencipta yang menghasilkan suatu karya bedasarkan kemampuan intelektualnya wajar jika diakui hasil karyanya.

·         Prinsip Ekonomi (The Economic Argument)

Berdasarkan prinsip ini HAKI memiliki manfaat dan nilai ekonomi serta berguna bagi kehidupan manusia. Nilai ekonomi pada HAKI merupakan suatu bentuk kekayaan bagi pemiliknya, pencipta mendapatkan keuntungan dari kepemilikan terhadap karyanya seperti dalam bentuk pembayaran royalti terhadap pemutaran musik dan lagu hasil ciptanya.

·         Prinsip Kebudayaan (The Cultural Argument)

Berdasarkan prinsip ini, pengakuan atas kreasi karya sastra dari hasil ciptaan manusia diharapkan mampu membangkitkan semangat dan minat untuk mendorong melahirkan ciptaan baru. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra sangat berguna bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban dan martabat manusia. Selain itu, HAKI juga akan memberikan keuntungan baik bagi masyarakat, bangsa maupun negara.

·         Prinsip Sosial (The Social Argument)

Berdasarkan prinsip ini, sistem HAKI memberikan perlindungan kepada pensipta tidak hanya untuk memenuhi kepentingan individu, persekutuan atau kesatuan itu saja melainkan berdasarkan keseimbangan individu dan masyarakat. Bentuk keseimbangan ini dapat dilihat pada ketentuan fungsi sosial dan lisensi wajib dalam undang-undang hak cipta Indonesia.




D. Klasifikasi Hak Kekayaan Atas Intektual

Secara umum Hak Kekayaan Intelektual dapat terbagi dalam dua kategori yaitu :

- Hak Cipta (Copyright)

- Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Right), meliputi: Paten (Patent), Merek (Trade Mark), Desain Industri (Industrial Design), Rahasia Dagang (Trade Secret), Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Layout Design Of Integrated Circuit)
 

E. Konsep & Dasar Hak Atas Kekayaan Intelektual
Setiap hak yang termasuk kekayaan intelektual memiliki konsep yang bernama konsep HAKI. Berikut ini merupakan konsep HAKI:
  • Haki kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (UU & wewenang menurut hukum).
  • Kekayaan hal-hal yang bersifat ciri yang menjadi milik orang.
  • Kekayaan intelektual kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia (karya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra) – dihasilkan atas kemampuan intelektual pemikiran, daya cipta dan rasa yang memerlukan curahan tenaga, waktu dan biaya untuk memperoleh “produk” baru dengan landasan kegiatan penelitian atau yang sejenis – jenis.
Selain memiliki konsep HAKI juga memiliki dasar – dasar. Berikut ini merupakan dasar dari HAKI Karya Intelektual:
  • Hasil suatu pemikiran dan kecerdasan manusia, yang dapat berbentuk penemuan, desain, seni, karya tulis atau penerapan praktis suatu ide.
  • Dapat mengandung nilai ekonomis, dan oleh karena itu dianggap suatu aset komersial.

F. Bentuk (Karya) Kekayaan Intelektual
Terdapat berbagai macam bentuk karya intelektual yang dapat digolongkan ke dalam bentuk HAKI. Berikut ini merupakan bentuk (karya) kekayaan intelektual:
  • Penemuan
  • Desain Produk
  • Literatur, Seni, Pengetahuan, Software
  • Nama dan Merek Usaha
  • Know-How & Informasi Rahasia
  • Desain Tata Letak IC
  • Varietas Baru Tanaman

G. Tujuan Penerapan HAKI
Setiap hak yang digolongkan ke dalam HAKI harus mendapat kekuatan hukum atas karya atau ciptannya. Untuk itu diperlukan tujuan penerapan HAKI. Berikut ini merupakan tujuan penerapan HAKI:
  1. Antisipasi kemungkinan melanggar HAKI milik pihak lain 
  2. Meningkatkan daya kompetisi dan pangsa pasar dalam komersialisasi kekayaan intelektual 
  3. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan strategi penelitian, usaha dan industri di Indonesia.

H.   Pengaturan HAKI di Indonesia
Pengaturan HAKI secara pokok (dalam UU) dapat dikatakan telah lengkap dan memadai. Dikatakan lengkap, karena menjangkau ke-7 jenis HAKI yang telah disebutkan di atas. Dikatakan memadai, karena dalam kaitannya dengan kondisi dan kebutuhan nasional, dengan beberapa catatan, tingkat pengaturan tersebut secara substantif setidaknya telah memenuhi syarat minimal yang ditentukan pada Perjanjian Internasional yang pokok di bidang HAKI.
Sejalan dengan masuknya Indonesia sebagi anggota WTO/TRIP’s dan diratifikasinya beberapa konvensi internasional di bidang HAKI sebagaimana dijelaskan pada pengaturan HAKI di internasional tersebut di atas, maka Indonesia harus menyelaraskan peraturan perundang-undangan di bidang HAKI. Untuk itu, pada tahun 1997 Pemerintah merevisi kembali beberapa peraturan perundangan di bidang HAKI, dengan mengundangkan:
  • Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta
  • Undang-undang No. 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten
  • Undang-undang No. 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek
Selain ketiga undang-undang tersebut di atas, undang-undang HAKI yang menyangkut ke-7 HAKI antara lain:
1)      Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
2)      Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
3)      Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merk
4)      Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
5)      Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
6)      Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
7)      Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman

Dengan pertimbangan masih perlu dilakukan penyempurnaan terhadap undang-undang tentang hak cipta, paten, dan merek yang diundangkan tahun 1997, maka ketiga undang-undang tersebut telah direvisi kembali pada tahun 2001. Selanjutnya telah diundangkan:
  • Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
  • Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (khusus mengenai revisi UU tentang Hak Cipta saat ini masih dalam proses pembahasan di DPR)
Hukum Kekayaan Intelektual (HAKI) di bidang hak cipta memberikan sanksi jika terjadi pelanggaran terhadap tindak pidana di bidang hak cipta yaitu pidana penjara dan/atau denda, hal ini sesuai dengan ketentuan pidana dan/atau denda dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta sebagai berikut:
1)      Pasal 72 ayat (1) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).
2)      Pasal 72 ayat (2) : Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
3)      Pasal 72 ayat (3) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
4)      Pasal 72 ayat (4) : Barangsiapa melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
5)      Pasal 72 ayat (5) : Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
6)      Pasal 72 ayat (6) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
7)      Pasal 72 ayat (7) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
8)      Pasal 72 ayat (8) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
9)      Pasal 72 ayat (9) : Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
10)  Pasal 73 ayat (1) : Ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta atau hak terkait serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh negara untuk dimusnahkan.

No comments:

Post a Comment