Friday, 10 June 2016

Tugas 4_SS_AHDE_Kepailitan

Untuk postingan kali ini saya akan membahas mengenai kepailitan. Sebenarnya apasih kepailitan itu? Mungkin banyak orang yang belum memahami hal tersebut. Definisi dari kepailitan itu menurut Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan antara lain, keadaan dimana seseorang yang oleh suatu pengadilan dinyatakan bangkrut dan yang aktivanya atau warisannya telah diperuntukkan untuk membayar utang-utangnya. Sedangkan, kepailitan menurut UU Kepailitan diartikan sebagai sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.


A.     Pengertian Kepailitan
Pailit dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai keadaan yang merugi, bangkrut. Sedangkan dalam kamus hukum ekonomi menyebutkan bahwa, liquidation, likuidasi : pembubaran perusahaan diikuti dengan proses penjualan harta perusahaan, penagihan piutang, pelunasan utang, serta penyelesaian sisa harta atau utang antara pemegang saham.

Beberapa definisi tentang kepailitan telah di terangkan didalam jurnal Penerapan Ketentuan Kepailitan Pada Bank Yang Bermasalah yang ditulis oleh Ari Purwadi antara lain: Freed B.G Tumbunan dalam tulisannya yang berjudul Pokok-Pokok Undang-Undang Tentang Kepailitan sebagaimana diubah oleh Perpu No. 1 Tahun 1998 disebutkan bahwa “Kepailitan adalah sita umum yang mencakup seluruh kekayaan debitur untuk kepentingan semua krediturnya. Tujuan kepailitan adalah pembagian kekayaan debitur oleh kurator kepada semua kreditur dengan memperhatikan hak-hak mereka masing-masing”.

Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Yang dapat dinyatakan mengalami kepailitan adalah debitur yang sudah dinyatakan tidak mampu membayar utang-utangnya lagi.


B.      Undang – Undang Kepailitan
Di Indonesia, peraturan mengenai kepailitan telah ada sejak tahun 1905. Ketentuan yang baru yaitu dalam lampiran UU No. 4 Th.1998 pasal 1 ayat (1), yang menyebutkan : “Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, baik atas permohonan sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditor. (Sri Sumantri Hartono, Pengantar Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran,  (Yogyakarta:Liberty, 1981), hal 42.)

Saat ini, Undang-Undang yang  digunakan untuk menyelesaikan permasalahan kepailitan adalah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan”).


C.      Syarat dan Putusan Kepailitan
Bilamana suatu perusahaan dapat dikatakan pailit, menurut UU Kepailitan adalah jika suatu perusahaan memenuhi syarat-syarat yuridis kepailitan. Syarat-syarat tersebut menurut Pasal 2 UU Kepailitan meliputi adanya debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan. Kreditor dalam hal ini adalah kreditor baik konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen. Sedangkan utang yang telah jatuh waktu berarti kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihan sesuai perjanjian ataupun karena putusan pengadilan, arbiter atau majelis arbitrase. Permohonan pailit menurut UU Kepailitan dapat diajukan oleh debitor, satu atau lebih kreditor, jaksa, Bank Indonesia, Perusahaan Efek atau Perusahaan Asuransi.

Apabila diperinci maka Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menyebutkan syarat - syarat kepailitan adalah adanya Utang. Dalam proses acara kepailitan konsep utang adalah sangat menentukan, oleh karena tanpa adanya utang tidaklah mungkin perkara kepailitan akan bisa diperiksa. Tanpa adanya utang tersebut, maka esensi kepailitan tidak ada karena kepailitan merupakan pranata hukum utuk melakukan likuidasi aset debitor untuk membayar utang–utangnya terhadap para kreditornya. Dengan demikian, utang merupakan raison d’etre dari suatu kepailitan. Ned Waxman mengatakan, “ The concept of a claim is significant in determining which debts are discharged and who share in distribution “ (M. Hadi Shubhan, 2008 : 34).

Keterbatasan pengetahuan perihal ilmu hukum khususnya hukum kepailitan yang berasal dari hukum asing, juga istilah pailit yang jarang sekali dikenal oleh masyarakat kalangan bawah maupun pedesaan yang lebih akrab dengan hukum adatnya, istilah bangkrut lebih kenal. Masyarakat desa tidak berpikir untuk memohon ke pengadilan agar dirinya dinyatakan pailit. Para pedagang kecil jika ia sudah tidak dapat berdagang lagi, karena modalnya habis dan ia tidak dapat membayar utang-utangnya, lalu ia mengatakan bahwa dirinya sudah bangkrut. Tidak demikian halnya bagi perusahaan/pedagang besar, pengertian istilah kebangkrutan maupun pailit telah mereka ketahui.

Dengan adanya pengumuman putusan pernyataan pailit tersebut, maka berlakulah ketentuan pasal 113 kitab Undang-Undang Hukum Perdata atas seluruh harta kekayaan debitor pailit, yang berlaku umum bagi semua kreditor konkuren dalam kepailitan, tanpa terkecuali untuk memperoleh pembayaran atas seluruh piutang-piutang konkuren mereka. Yang dapat dinyatakan pailit adalah :
  1. “Orang Perseorang” baik laki-laki maupun perempuan yang telah menikah maupun belum menikah. Jika permohonan pernyataaan pailit tersebut diajukan oleh debitor perseorang yang telah menikah, maka permohonan tersebut hanya dapat diajukan atas persetujuan suami”, kecuali antara suami isteri tersebut tidak ada pencampuran harta.
  2. “Perserikat-perserikatan atau perkumpulan tidak berbadan hukum lainnya “Permohonan pernyataan pailit terhadap suatu firma harus membuat nama dan tempat kediaman masing-masing persero yang secara tanggung renteng terikat untuk seluruh utang firma. 
  3. “Perseroan-perseoran, perkumpulan-perkumpulan, koperasi maupun yayasan yang berbadan hukum sebagaimana diatur dalamanggaran dasarnya. 


D.     Pihak - Pihak Yang Dapat Meminta Pailit
Adanya putusan kepailitan dari pengadilan lebih menjamin kepastian hukum dan adanya penyelesaian yang adil sehingga mengikat, oleh karena akan diberikan kewenangan oleh pengadilan kepada kurator atau hakim pengawasan untuk menilai apakah benar-benar tidak mampu membayar hutang-hutangnya.
 
Kemudian guna melindungi kepentingan kreditor agar kekayaan atau harta benda si debitor kepada pihak lain, maka setiap kreditor dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan sebelum ditetapkan seperti tercantum pada pasal 7 ayat (7) sub a dan b Undang-undang No. 4 Tahun 1998 untuk:
  1. Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruhnya kekayaan debitor, atau 
  2. Menunjukkan kurator sementara untuk: 
·         Mengawasi pengelola usaha debitor.  
·       Mengawasi pembayaran kepada kreditor, yang dalam rangka kepailitan memerlukan kurator. (J. Djohansyah, Pengadilan Niaga,(Bandung,: Alumni, 2001),hal 21.)

Disamping itu diharapkan dengan lahirnya Undang-undang No. 4 Tahun 1998 tentang kepailitan bermaksud memberikan kesempatan kepada pihak kreditor ataupun debitor untuk mengupayakan penyelesaian yang adil dan mengikat serta sesuai dengan putusan pengadilan terhadap utang piutang mereka. Ketentuan pasal 1 UU No. 4 Tahun 1998 menyebutkan pihak-pihak yang meminta pailit yaitu:
  1. Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo yang dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana yang dimaksud pada pasal 2, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditor. 
  2. Permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 dapat juga diajukan kejaksaan untuk kepentingan umum. 
  3. Menyangkut debitor yang merupakan Bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. 
  4. Dalam hal menyangkut debitor merupakan perusahaan efek, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawasan Pasar Modal (BAPEPAM) (Adrian Sutedi, Hukum Kepailitan,(Bogor: Ghalia Indonesia, 2009),hal 73.)

E.      Contoh Perusahaan yang Pailit
Pada prakteknya, Pengadilan Niaga telah mengeluarkan peryataan pailit tanpa kehadiran debitur atau si termohon pailit, yaitu pada kasus PT. Inter Banking Bisnis Terencana (PT. IBIST). Kasus ini berawal sejak Oktober dan November 2006 dimana Ibist Consult tidak membayar bunga utang yang seharusnya dibayarkan kepada para kreditornya, hal inilah yang membuat Umar Sesko Adriansyah, Achmad Adipati Karnawijaya dan Bosco Haryo Yunanto selaku kreditor Ibist Consult mengajukan permohonan pailit atas Ibist Consult di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Sejak awal permohonan pailit disidangkan, management Ibist Consult belum juga hadir di persidangan memenuhi panggilan pengadilan, sampai pada saat majelis hakim mengabulkan permohonan pailit dan menyatakan Ibist Consult pailit dengan segala akibat hukumnya. Putusan itu diambil tanpa kehadiran termohon (verstek) karena Direktur Utama dalam status Daftar Pencarian Orang dan Direktur Keuangan perusahaan terebut sedang ditahan polisi, pada tanggal 24 Januari 2006 dengan Nomor Putusan 55/PAILIT/2006/PN.NIAGA/JKT.PST. Dalam kasus kepailitan PT. Ibist di atas, hakim Pengadilan Niaga memutus perkara tersebut secara verstek. Suatu perkara yang diputus secara verstek harus ada upaya hukum verzet, akan tetapi dalam perkara kepailitan tidak disediakan upaya hukum tersebut, upaya hukum yang disediakan adalah Kasasi dan Peninjauan Kembali. Dengan adanya hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai tidak adanya upaya hukum verzet setelah adanya putusan verstek yang diputus oleh mejelis hakim. 


F.       Usaha – Usaha yang Dilakukan Untuk Menghindari Kepailitan
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan keuangan :

1. Pisahkan uang pribadi dan uang usaha
Pemisahan ini sangat penting agar dapat mengevaluasi keuntungan bisnis. Bila uang hasil usaha dicampur dengan uang pribadi, maka akan sulit untuk menghitung keuntungan dari bisnis. Sebisa mungkin ada rekening khusus untuk usaha. Jangan gabungkan hasil usaha dengan rekening keuangan pribadi. Jangan juga menggunakan uang usaha untuk keperluan pribadi. Andaikan terpaksa, anggap sebagai piutang bisnis.

2. Buat pembukuan keuangan
Jika kurang begitu menguasai pembukuan akuntansi, kita dapat merekrut seorang akuntan. Itu lebih baik daripada melakukan kalkulasi rugi/laba tapi ternyata salah menghitung. Atau saat ini sudah banyak software untuk membantu pebisnis dalam melakukan pembukuan.

3. Buat pembagian hasil usaha dengan jelas dan konsisten
Tetapkan pembagian keuangan dengan tepat dan proporsional. Ada bagian untuk biaya produksi, gaji karyawan, operasional usaha, dan bagian untuk mengembangkan usaha. Selain itu sisihkan juga bagian untuk masuk ke kantong pribadi yang bisa tabung.
Untuk pembagian ini tidak bisa ditentukan secara baku. Berapa besar persentase yang dibagikan ke setiap porsi itu sangat tergantung dari usaha yang kita jalankan. Yang pasti, harus konsisten dalam melakukan pembagian tersebut. Jika ada yang tidak seimbang, maka evaluasi perlu segera dilakukan.


Analisis:
Kepailitan perusahaan merupakan suatu fenomena yang sering terjadi disekitar lingkungan kita dan hukum perseroan yang sangat ditakuti, baik oleh pemilik perusahaan atau oleh manajemennya. Karena dengan kepilitan perusahaan, berarti perusahaan tersebut telah gagal dalam berbisnis atau setidaknya telah gagal dalam membayar hutang-hutangnya.

Jika perusahaan mengalami kasus yang seperti ini, maka dapat dikatakan bahwa perusahaan ini sudah tidak sehat, selain perusahaan ini sudah tidak bisa menjalankan kegiatan usahanya, juga masih memiliki tanggungan hutang pada pihak lain yaitu pihak yang memberikan pinjaman tersebut.


Sumber Referensi :